TUGAS
TERSTRUKTUR
SEJARAH
PERADABAN ISLAM
ISLAM
DAN KERAJAAN BANJAR
A. PENDAHULUAN
Islam
masuk ke kerajaan banjar pada tahun 1540, yakni karena adanya perjanjian antara
Pangeran Samudera dan Sultan Demak (Pangeran Arya Trenggano). Yang mana waktu
itu Pangeran Samudera mengalami kesulitan dalam berperang melawan pamannya
sendiri (Pangeran Tumenggung), maka atas nasehat penasehatnya (Patih Masih)
untuk meminta bantuan kepada Sultan Demak yang disebutkan raja terkuat di jawa
setelah jatuhnya Majapahit.
Sultan
Demak bersedia memberi bantuan kepada Pangeran Samudera dengan syarat Pangeran
Samudera menganut agama islam. Patih Balit yang datang ke Demak melaporkan
syarat itu kepada Pangeran Samudera, Pangeran Samudera demikian juga para
pembesar Banjar bersedia menerima syarat itu.
Sultan
Demak memberikan bantuan 1.000 orang tentara di sertai seorang penghulu
(mubaligh), maka kekuatan pasukan Pangeraan Samudera bertambah, hingga Pangeran
Samudera dapat memenangkan peperangan dan mengalahkan pamannya Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudera diangkat menjadi Sultan Kerajaan Banjar yang kemudian di beri
nama oleh mubaligh Suriansyah, dan hingga sekarang di kenal dengan Sultan
Suriansyah.
B. MESJID PERTAMA KERAJAAN BANJAR
Setelah
rakyat kerajaan banjar rata memeluk agama islam, kepentingan yang utama adalah
membangun mesjid, untuk tempat shalat. Pikiran untuk membangun mesjid itu
datang dari Sultan Suriansyah. Sultan menyampaikan rencananya kepada para
pembesar dan setelah dimusyawarahkan disetujui dengan bulat.
Untuk
mendirikan mesjid itu diperlukan empat batang kayu ulin (kayu besi) yang cukup
besar untuk dijadikan tihang guru (tihang utama). Tugas mencari kayu ulin itu
diserahkan kepada Aria Malangka (Datu Pujung) yang mana beliau dikenal dengan
kuatnya, bertubuh kekar, dan tegap, juga dipercaya sebagai seorang yang sakti.
Aria
Malangka menyanggupi perintah Sultan , ia bersedia mencarinya sampai dapat
hingga kemanapun dan bagaimanapun. Dia menemukan pohon kayu ulin itu di Hulu
Sungai Mahakam, namun dia hanya mendapat tiga buah pohon saja, namun dia
mengganti satu buah pohon kayu ulin yang tidak dia temukan dengan pohon
halayung (serupa pohon kelapa tetapi mempunyai kulit yang keras) , menurut
dongeng ia membawa ke empat batang pohon itu hanya dengan mengepitnya saja
hingga sampai ke Banjarmasin.
Sultan
Suriansyah setelah bermusyawarah dengan para pembesar menentukan hari
pembangunan mesjid, penancapan ke empat tiang itu diserahkan kepada Aria
Malangka tanpa ada kesulitan . Sedang pembangunan mesjid dikerjakan para rakyat
dengan gotong royong. Ketika pembuatan mesjid berselang dua hari, tiang yang
ditanam Aria Malangka telah miring.
Ternyata tanah bangunan mesjid itu runtuh, kerusakan itu berulang ke esokan
harinya, kemudian Sultan memerintahkan para Patih untuk mengawasinya, ternyata
di bawah tanah bangunan mesjid ada seekor buaya putih yang merusak bangunan
itu. Di ketahui buaya putih itu ternyata ciptaan seorang Tumenggung di
Margasari, ia teman dari Sultan sendiri tetapi karena iri dengan Sultan, maka
ia berusaha menggagalkan pembangunan mesjid. Dikatakan Patih Penimba segera
memanggil buaya kuning peliharaannya dan di perintahkannya untuk menggayang
buaya putih, setelah dikeroyok beberapa
buaya kunig, buaya putih itu pun mati.
Mesjid
kemudian dapat dibangun dengan lancar dan di selesaikan dalam waktu tiga puluh
hari serta telah dapat digunakan untuk sholat jamaah. Mesjid pertama kerajaan
banjar ini masih terdapat hingga sekarang di Kampung Kuin, Banjarmasin. Mesjid
itu sudah beberapa kali mendapat perbaikan, namun ke empat tiang gurunya masih
tetap utuh dan dipakai. Dan kini mesjid bersejarah itu dinamai “ Mesjid Sultan
Suriansyah” .
C. PERKEMBANGAN ISLAM
Dengan
berkuasanya Sultan dan pembesar-pembesar yang beragama islam, apalagi dengan
terbentuknya kerajaan yang diresmikan bernama islam, maka kegairahan dan
perkembangan beragama islam menjadi hidup dan pesat.
Dibangunlah
mesjid dan langgar tempat beribadah dan mengaji. Bertugas adalah guru-guru yang
mengajar agama islam dan memimpin umat untuk melaksanakan ajaran islam.
Terutama bagaimana beribadah menurut islam, beritikad menurut ajaran islam,
berakhlak menurut tuntutan islam dan bermasyarakat hidup sepanjang cara islam.
Raja-raja
banjar yang memakai nama baru berciri islam berperan dalam menunjukkan keislamannya,
berperan dalam mengembangkan agama islam. Rakyat umumnya mendapat pengaruh
untuk berbuat sebagai orang islam.
Tetapi
tidak pernah terjadi suatu paksaaan atau kekerasan dalam pengislaman. Rakyat
yang berada di pedalaman dalam kawasan kerajaan banjar yang bisa didatangi oleh
guru-guru agama islam sambil berdagang, bertani dan berternak dan mengail,
memeluk agama islam.
Huruf
arab yang digunakan dalam pelajaran mebaca Al-Qura’an dan mengahafal bacaan
shalat, cukup tersiar. Sampai surat
perjanjian yang dibuat Sultan-sultan banjar dengan kompeni Belanda dan Inggris
dalam abad ke -17 ditulis dengan huruf arab bahasa Melayu.
Di
akhir abad ke -17 atau awal abad ke -18
dikenal dua orang Datu yang giat melakukan dakwah islam. Yaitu Datu Kandang
Haji dan Datu Muning ( Datu Sanggul ). Datu Kandang Haji berdakwah dibagian
utara Banjar (Hulu Sungai Utara) dan Datu Muning dibagian selatan (Hulu Sungai
Selatan).
Perkembangan
islam yang berarti adalah dimasa Sultan Tahmidillah II (1785-1808) dan Sultan
Sulaiman Al-Mu’tamid’alallah (1808-1825) dengan adanya ulama besar Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjary (1710-1812) yang mengaji di Masjidil Haram Makkah
bertekun selama kurang lebih 35 tahun, menguasai ilmu agama, juga ilmu bumi,
falak, hitung dan tumbuhan.
Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjary (Datu Kalampayan) selain mengajar dengan lisan, juga
mengarang kitab-kitab dengan tulisan tangan. Diantaranya yang paling terkenal
pada masa itu kitab Sabilal Muhtadin.
Pembangunan
mesjid dan langgar giat dilakukan, dikota dan dikampung. Lahirlah generasi
guru-guru agama yang mempunyai murid-murid yang memberikan pelajaran memakai
sarana pesantren.
Dengan
saran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary Sultan mengangkat Mufti dan Qadhi.
Diangkat pengurus takmir mesjid seperti Khatib, Imam, Muadzin dan Penjaga
Mesjid. Dan atas saran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary kepada Sultan, oleh
Sultan dilaksanakan hukum Muamalah (perdata) dan hukum Had (pidana) islam bagi
sesuatu kejahatan.
Beberapa
putra-putri dan cucu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary diantaranya wanita
menjadi ulama dan guru agama. Diantara putra Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary
ada yang diangkat menjadi Mufti dan Qadhi, menjadi guru agama sampai keluar
kerajaan banjar, ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, ke Sumatera dan
Malaysia.
Seorang
putri beliau (Syarifah) dan seorang cucunya (Fatimah) di idzinkan mengajar
agama kepada kaum wanita.
Dimasa
itu juga dikenal ulama dibidang Tasawuf yaitu Syekh Muhammad Nafis bin Idris
Al-Banjary yang mengarang kitab “Darun Nafs”.
Kemantapan
agama islam juga penting dimasa Sultan Adam Al-Wasikbillah (1825-1857) dengan
dibuatnya Undang-undang Sultan Adam yang walau sederhana tapi berguna untuk
menata kehidupan beragama bagi rakyat.
Ketika
markas besar perjuangan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar (1859-1905)
dipindahkan kehulu Barito (Kalimantan-Tengah), sambil berperang agama islam di
kembangkan kedaerah pedalaman, pehuluan dan pedusunan. Perang Banjar itupun
memiliki motif untuk mengembangkan islam. Motif itu lebih jelas terlihat dengan
diangkatnya Pangeran Antasari menjadi pemimpin tertinggi Kerajaan Banjar yang
bergelar “Panembahan Amiruddin – Khalifatul Mu’minin”.
D. PENINGGALAN KEBIASAAN LAMA
Walaupun
resminya umumnya rakyat kerajaan banjar
sudah memeluk agama islam dan merasa bangga beragama islam, demikian
pula rajin melakukan ibadah, tetapi masih banyak mereka yaang belum sepenuhnya
dapat meninggalkan adat kebiasaan lama, terutama dalam meluruskan akidah
Tauhid.
Masih
banyak yang melakukan tindak perbuatan yang Khufarat, Tahayul, dan Syirik yang
bersal dari agama Hindu yang semula mereka anut. Atau dari adat istiadat yang
berbau Animisme, seperti masih mempercayai adanya tuah dan keramat dari suatu
benda yang dianggap angker, seperti pohon besar, batu besar, dan sebagainya
serta benda pusaka seperti keris, tombak, gong dan lainnya.
Padahal
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary dan para guru dan mubaligh didikannya
mendakwah ketauhidan yang bersih dan memberantas tindak perbuatan Khufarat,
Tahayul, dan Syirik.
Istilah
“pamali’ (tabu) menurut adat kerap kali dianggap lebih patut diindahkan
daripada ”haram“ menurut agama, tindak Khufarat, Tahayul dan syirik inipun
sampai sekarang masih banyak dilakukan umat islam.
E. PENDIDIKAN AGAMA
Pendidikan
agama islam yang dilakukan di pesantren dimulai oleh Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjary, terletak di luar kota
Martapura, di tepi sungai Martapura di Kampung Dalam Pagar. Pertama kali Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjary mengajar dibantu menantunya, kemudian anak-anak dan
cucunya yang telah mendapat pengajian istimewa. Santri-santri berdatangan dari
berbagai negeri dan daerah, untuk menuntut ilmu. Demikian pada fase pertama
sesudah 20 tahun dihasilkan santri yang menjadi ulama dan calon ulama yang
kemudian sudah bisa dilepaskan mengajar ke masyarakat. Maka terdapat dua macam pengajian,
ada yang bersifat umum di ikuti oleh penduduk, laki-laki, perempuan, tua maupun
muda. Dan ada yang bersifat khusus pengajian yang hanya diikuti oleh
beberpa orang tertentu umumnya pemuda untuk bisa memahami pelajaran membaca
kitab berbahasa arab.
Pengajian
di Kampung Dalam Pagar itu masih dilakukan Oleh Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjary hingga usia lanjutnya, dalam usia 80 tahun.
Pengajian-pengajian
tetap berlanjut sesudah sepeninggalan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, di
beberapa tempat timbul pengajian, pengajian demikian di Martapura terdapat
selain di Dalam Pagar juga di Tunggul Irang, di Hulu Sungai terdapat di Taniran
(kandangan) di Jatuh (Barabai), di Lok Bangkai (Amuntai), di Tumbukan Banyu
(Negara) dan lain-lain.
F. PENUTUP
1.KESIMPULAN
Berdirinya
Kerajaan islam Banjarmasin diperkirakan pada tahun 1540. Dengan adanya bantuan
dari Sultan Demak terhadap Pangeran Samudera dalam perang melawan pamannya
Pangeran Tumenggung.
Perkembangan
islam yang intensif di Kalimantan Selatan terjadi dimasa Pemerintahan Sultan
Tahmidillah II (1785-1808), ketika itu ulama besar Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjary mengarang beberapa kitab agama islam antara lain yang terkenal kitab
“Sabilal Muhtadin” dan Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjary mengarang
kitab tasawuf “Darun Nafs”.
Perkembangan
islam yang penting pula dimasa Pemerintahan Sultan Adam Al-Wasikbillah
(1825-1857) dengan adanya Undang-undang Sultan Adam.
Perkembangan
islam sampai kepedalaman daerah Barito bersamaan dengan perjuangan Pangeran
Antasari .
DAFTAR
PUSTAKA
Basuni
Ahmad, 1986, Nur Islam Di Kalimantan Selatan (Sejarah Masuknya Islam di
Kalimantan), Tunjungan. Surabaya, Cet. 1, PT Bina Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar