Selasa, 24 Februari 2015





TUGAS TERSTRUKTUR
SEJARAH PERADABAN ISLAM

ISLAM DAN KERAJAAN BANJAR

A.    PENDAHULUAN
Islam masuk ke kerajaan banjar pada tahun 1540, yakni karena adanya perjanjian antara Pangeran Samudera dan Sultan Demak (Pangeran Arya Trenggano). Yang mana waktu itu Pangeran Samudera mengalami kesulitan dalam berperang melawan pamannya sendiri (Pangeran Tumenggung), maka atas nasehat penasehatnya (Patih Masih) untuk meminta bantuan kepada Sultan Demak yang disebutkan raja terkuat di jawa setelah jatuhnya Majapahit.
Sultan Demak bersedia memberi bantuan kepada Pangeran Samudera dengan syarat Pangeran Samudera menganut agama islam. Patih Balit yang datang ke Demak melaporkan syarat itu kepada Pangeran Samudera, Pangeran Samudera demikian juga para pembesar Banjar bersedia menerima syarat itu.
Sultan Demak memberikan bantuan 1.000 orang tentara di sertai seorang penghulu (mubaligh), maka kekuatan pasukan Pangeraan Samudera bertambah, hingga Pangeran Samudera dapat memenangkan peperangan dan mengalahkan pamannya Pangeran Tumenggung. Pangeran Samudera diangkat menjadi Sultan Kerajaan Banjar yang kemudian di beri nama oleh mubaligh Suriansyah, dan hingga sekarang di kenal dengan Sultan Suriansyah.





B.     MESJID PERTAMA KERAJAAN BANJAR
Setelah rakyat kerajaan banjar rata memeluk agama islam, kepentingan yang utama adalah membangun mesjid, untuk tempat shalat. Pikiran untuk membangun mesjid itu datang dari Sultan Suriansyah. Sultan menyampaikan rencananya kepada para pembesar dan setelah dimusyawarahkan disetujui dengan bulat.
Untuk mendirikan mesjid itu diperlukan empat batang kayu ulin (kayu besi) yang cukup besar untuk dijadikan tihang guru (tihang utama). Tugas mencari kayu ulin itu diserahkan kepada Aria Malangka (Datu Pujung) yang mana beliau dikenal dengan kuatnya, bertubuh kekar, dan tegap, juga dipercaya sebagai seorang yang sakti.
Aria Malangka menyanggupi perintah Sultan , ia bersedia mencarinya sampai dapat hingga kemanapun dan bagaimanapun. Dia menemukan pohon kayu ulin itu di Hulu Sungai Mahakam, namun dia hanya mendapat tiga buah pohon saja, namun dia mengganti satu buah pohon kayu ulin yang tidak dia temukan dengan pohon halayung (serupa pohon kelapa tetapi mempunyai kulit yang keras) , menurut dongeng ia membawa ke empat batang pohon itu hanya dengan mengepitnya saja hingga sampai ke Banjarmasin.
Sultan Suriansyah setelah bermusyawarah dengan para pembesar menentukan hari pembangunan mesjid, penancapan ke empat tiang itu diserahkan kepada Aria Malangka tanpa ada kesulitan . Sedang pembangunan mesjid dikerjakan para rakyat dengan gotong royong. Ketika pembuatan mesjid berselang dua hari, tiang yang ditanam Aria Malangka  telah miring. Ternyata tanah bangunan mesjid itu runtuh, kerusakan itu berulang ke esokan harinya, kemudian Sultan memerintahkan para Patih untuk mengawasinya, ternyata di bawah tanah bangunan mesjid ada seekor buaya putih yang merusak bangunan itu. Di ketahui buaya putih itu ternyata ciptaan seorang Tumenggung di Margasari, ia teman dari Sultan sendiri tetapi karena iri dengan Sultan, maka ia berusaha menggagalkan pembangunan mesjid. Dikatakan Patih Penimba segera memanggil buaya kuning peliharaannya dan di perintahkannya untuk menggayang buaya putih, setelah dikeroyok beberapa  buaya kunig, buaya putih itu pun mati.
Mesjid kemudian dapat dibangun dengan lancar dan di selesaikan dalam waktu tiga puluh hari serta telah dapat digunakan untuk sholat jamaah. Mesjid pertama kerajaan banjar ini masih terdapat hingga sekarang di Kampung Kuin, Banjarmasin. Mesjid itu sudah beberapa kali mendapat perbaikan, namun ke empat tiang gurunya masih tetap utuh dan dipakai. Dan kini mesjid bersejarah itu dinamai “ Mesjid Sultan Suriansyah” .
C.    PERKEMBANGAN ISLAM
Dengan berkuasanya Sultan dan pembesar-pembesar yang beragama islam, apalagi dengan terbentuknya kerajaan yang diresmikan bernama islam, maka kegairahan dan perkembangan beragama islam menjadi hidup dan pesat.
Dibangunlah mesjid dan langgar tempat beribadah dan mengaji. Bertugas adalah guru-guru yang mengajar agama islam dan memimpin umat untuk melaksanakan ajaran islam. Terutama bagaimana beribadah menurut islam, beritikad menurut ajaran islam, berakhlak menurut tuntutan islam dan bermasyarakat hidup sepanjang cara islam.
Raja-raja banjar yang memakai nama baru berciri islam berperan dalam menunjukkan keislamannya, berperan dalam mengembangkan agama islam. Rakyat umumnya mendapat pengaruh untuk berbuat sebagai orang islam.
Tetapi tidak pernah terjadi suatu paksaaan atau kekerasan dalam pengislaman. Rakyat yang berada di pedalaman dalam kawasan kerajaan banjar yang bisa didatangi oleh guru-guru agama islam sambil berdagang, bertani dan berternak dan mengail, memeluk agama islam.
Huruf arab yang digunakan dalam pelajaran mebaca Al-Qura’an dan mengahafal bacaan shalat, cukup tersiar.  Sampai surat perjanjian yang dibuat Sultan-sultan banjar dengan kompeni Belanda dan Inggris dalam abad ke -17 ditulis dengan huruf arab bahasa Melayu.
Di akhir abad ke -17 atau awal  abad ke -18 dikenal dua orang Datu yang giat melakukan dakwah islam. Yaitu Datu Kandang Haji dan Datu Muning ( Datu Sanggul ). Datu Kandang Haji berdakwah dibagian utara Banjar (Hulu Sungai Utara) dan Datu Muning dibagian selatan (Hulu Sungai Selatan).
Perkembangan islam yang berarti adalah dimasa Sultan Tahmidillah II (1785-1808) dan Sultan Sulaiman Al-Mu’tamid’alallah (1808-1825) dengan adanya ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary (1710-1812) yang mengaji di Masjidil Haram Makkah bertekun selama kurang lebih 35 tahun, menguasai ilmu agama, juga ilmu bumi, falak, hitung dan tumbuhan.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary (Datu Kalampayan) selain mengajar dengan lisan, juga mengarang kitab-kitab dengan tulisan tangan. Diantaranya yang paling terkenal pada masa itu kitab Sabilal Muhtadin.
Pembangunan mesjid dan langgar giat dilakukan, dikota dan dikampung. Lahirlah generasi guru-guru agama yang mempunyai murid-murid yang memberikan pelajaran memakai sarana pesantren.
Dengan saran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary Sultan mengangkat Mufti dan Qadhi. Diangkat pengurus takmir mesjid seperti Khatib, Imam, Muadzin dan Penjaga Mesjid. Dan atas saran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary kepada Sultan, oleh Sultan dilaksanakan hukum Muamalah (perdata) dan hukum Had (pidana) islam bagi sesuatu kejahatan.
Beberapa putra-putri dan cucu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary diantaranya wanita menjadi ulama dan guru agama. Diantara putra Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary ada yang diangkat menjadi Mufti dan Qadhi, menjadi guru agama sampai keluar kerajaan banjar, ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, ke Sumatera dan Malaysia.
Seorang putri beliau (Syarifah) dan seorang cucunya (Fatimah) di idzinkan mengajar agama kepada kaum wanita.
Dimasa itu juga dikenal ulama dibidang Tasawuf yaitu Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjary yang mengarang kitab “Darun Nafs”.
Kemantapan agama islam juga penting dimasa Sultan Adam Al-Wasikbillah (1825-1857) dengan dibuatnya Undang-undang Sultan Adam yang walau sederhana tapi berguna untuk menata kehidupan beragama bagi rakyat.
Ketika markas besar perjuangan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar (1859-1905) dipindahkan kehulu Barito (Kalimantan-Tengah), sambil berperang agama islam di kembangkan kedaerah pedalaman, pehuluan dan pedusunan. Perang Banjar itupun memiliki motif untuk mengembangkan islam. Motif itu lebih jelas terlihat dengan diangkatnya Pangeran Antasari menjadi pemimpin tertinggi Kerajaan Banjar yang bergelar “Panembahan Amiruddin – Khalifatul Mu’minin”.
D.    PENINGGALAN KEBIASAAN LAMA
Walaupun resminya umumnya rakyat kerajaan banjar  sudah memeluk agama islam dan merasa bangga beragama islam, demikian pula rajin melakukan ibadah, tetapi masih banyak mereka yaang belum sepenuhnya dapat meninggalkan adat kebiasaan lama, terutama dalam meluruskan akidah Tauhid.
Masih banyak yang melakukan tindak perbuatan yang Khufarat, Tahayul, dan Syirik yang bersal dari agama Hindu yang semula mereka anut. Atau dari adat istiadat yang berbau Animisme, seperti masih mempercayai adanya tuah dan keramat dari suatu benda yang dianggap angker, seperti pohon besar, batu besar, dan sebagainya serta benda pusaka seperti keris, tombak, gong dan lainnya.

Padahal Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary dan para guru dan mubaligh didikannya mendakwah ketauhidan yang bersih dan memberantas tindak perbuatan Khufarat, Tahayul, dan Syirik.
Istilah “pamali’ (tabu) menurut adat kerap kali dianggap lebih patut diindahkan daripada ”haram“ menurut agama, tindak Khufarat, Tahayul dan syirik inipun sampai sekarang masih banyak dilakukan umat islam.
E.     PENDIDIKAN AGAMA
Pendidikan agama islam yang dilakukan di pesantren dimulai oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, terletak  di luar kota Martapura, di tepi sungai Martapura di Kampung Dalam Pagar. Pertama kali Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary mengajar dibantu menantunya, kemudian anak-anak dan cucunya yang telah mendapat pengajian istimewa. Santri-santri berdatangan dari berbagai negeri dan daerah, untuk menuntut ilmu. Demikian pada fase pertama sesudah 20 tahun dihasilkan santri yang menjadi ulama dan calon ulama yang kemudian sudah bisa dilepaskan mengajar ke masyarakat. Maka terdapat dua macam pengajian, ada yang bersifat umum di ikuti oleh penduduk, laki-laki, perempuan, tua maupun muda. Dan ada yang bersifat khusus pengajian yang hanya diikuti oleh beberpa orang tertentu umumnya pemuda untuk bisa memahami pelajaran membaca kitab berbahasa arab.
Pengajian di Kampung Dalam Pagar itu masih dilakukan Oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary hingga usia lanjutnya, dalam usia 80 tahun.
Pengajian-pengajian tetap berlanjut sesudah sepeninggalan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, di beberapa tempat timbul pengajian, pengajian demikian di Martapura terdapat selain di Dalam Pagar juga di Tunggul Irang, di Hulu Sungai terdapat di Taniran (kandangan) di Jatuh (Barabai), di Lok Bangkai (Amuntai), di Tumbukan Banyu (Negara) dan lain-lain.




















F.     PENUTUP


1.KESIMPULAN
Berdirinya Kerajaan islam Banjarmasin diperkirakan pada tahun 1540. Dengan adanya bantuan dari Sultan Demak terhadap Pangeran Samudera dalam perang melawan pamannya Pangeran Tumenggung.
Perkembangan islam yang intensif di Kalimantan Selatan terjadi dimasa Pemerintahan Sultan Tahmidillah II (1785-1808), ketika itu ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary mengarang beberapa kitab agama islam antara lain yang terkenal kitab “Sabilal Muhtadin” dan Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjary mengarang kitab tasawuf  “Darun Nafs”.
Perkembangan islam yang penting pula dimasa Pemerintahan Sultan Adam Al-Wasikbillah (1825-1857) dengan adanya Undang-undang Sultan Adam.
Perkembangan islam sampai kepedalaman daerah Barito bersamaan dengan perjuangan Pangeran Antasari .



DAFTAR PUSTAKA
Basuni Ahmad, 1986, Nur Islam Di Kalimantan Selatan (Sejarah Masuknya Islam di Kalimantan), Tunjungan. Surabaya, Cet. 1, PT Bina Ilmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar