PERADABAN
ISLAM DIMASA PEMERINTAH ABU BAKAR AS-SIDIQ
DESY
ROSITA
1401160273
A.
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Peradaban dan pemikiran Islam selalu
mengalami perkembangan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, agama, ilmu
pengetahuan dan lain sebagainya. Peradaban tidak bisa terlepas dari kebudayaan
hingga akhirnya turun menurun dari nenek moyang sampai generasi berikutnya.
Dalam ke Khalifahan setelah Nabi Muhammad saw wafat, kepemimpinan Islam
dilanjutkan oleh para sahabat yang menjadi pengganti kekhalifahannya. Khalifah
tersebut dijuluki dengan al-Khulafa’u al-Rasyidin, yakni Abu Bakar as-Siddiq,
Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib.
Setelah
sepeninggalnya Nabi Muhammad saw. beliau tidak meninggalkan wasiat tentang yang
akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah
beliau wafat. Tampaknya Nabi Muhammad SAW menyerahkan persoalan tersebut kepada
kaum Muslimin itu sendiri untuk menentukannya. Karena beliau sendiri tidak
pemah menunjuk di antara sahabatnya yang akan menggantikannya sebagai pemimpin
umat Islam, bahkan tidak pula membentuk suatu dewan yang dapat menentukan siapa
penggantinya.
Karena
itulah, tidak lama setelah beliau wafat bahkan jenazahnya belum dimakamkan,
sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di Balai Kota Bani Saidah Madinah
untuk memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Dalam
musyawarah tersebut cukup berjalan alot, karena dari masing-masing pihak, baik
dari Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat
Islam.
Namun
dengan semangat ukhuwah Islamiyyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar secara
demokratis terpilih menjadi pemimpin umat Islam menggantikan setelah Nabi
Muhammad SAW wafat. Rasa semangat ukhuwah Islamiyah yang dijiwai sikap
demokratis tersebut dapat dibuktikan adanya masing-masing pihak menerima dan
mau membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW.
2.Rumusan
Masalah
1) Bagaimana
biografi dari Abu Bakar As-Siddiq ?
2) Bagaimana
proses pelantikan Abu Bakar ?
3) Bagaimana
sistem pemerintahan di masa Abu Bakar ?
B.
MATERI
1. Biografi
Abu Bakar as-siddiq
Abu
Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama
lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Disebutkan juga, bahwa pada zaman
sebelum Islam ia bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. menjadi
Abdullah. Gelar Abu Bakar
diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam,
sedang gelar as-Siddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang
diberikan kepadanya karena ia amat segera memberiarkan Rasulullah SAW dalam
berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mi’raj".
Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi
Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin Murra bin Kaab bin Luayy bin
Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr.
Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya bernama Kaab bin Sa'd bin
Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang
melahirkan banyak tokoh terhormat.[1]
Abu bakar memiliki perawakan kurus, putih,
dengan sepasang bahu yang kecil dan muka lancip
dengan mata yang cekung disertai dahi yang agak menonjol dan
urat-urattangan yang tampak jelas, begitulh dilukis kan oleh putrinya, Aisyah
Ummulmukminin. Begitu damai perangainya, sangat lemah lembut dan sifatnya
tenang sekali. Tak mudah ia terdorong oleh hawa nafsu. Abu Bakar adalah
laki-lakiyang akrab dikalangan masyarakatnya,disukai karena ia serba mudah. Ia
dari keluarga Kuraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui seluk-beluk kabilah itu,
yang baik dan yang jahat. Ia seorang pedagang dengan perangai yang sudah cukup
terkanal. Karena
suatu masalah, pemuka-pemuka masyarakatnya sering datang
menemuinya, mungkin karena pengetahuannya, karena perdagangannya atau mungkin
juga karena cara bergaulnya yang enak.[2]
2. Pelantikan
Abu Bakar
Berita
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Pada 12 Rabiulawal tahun 11 hijri (3 juni 632)
membuat para sahabat dan kaum Muslimin sangat terkejut karena kecintaan mereka
kepada beliau. Apalagi bagi para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah
asuhan beliau. Mereka paling diperlihatkan adalah beliau, sehingga ada orang
tidak percaya akan kabar wafatnya beliau.
Di
antaranya adalah sahabat Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah dan
berpidato di tengah-tengah kaum muslimin setiap orang yang membawa kabar
wafatnya beliau, bahkan Umar bin Khattab mengancam akan memotong tangan dan
kaki mereka bahkan akan membunuh barang siapa yang mengatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW wafat.
Namun
tidak halnya dengan sahabat Abu Bakar setelah dia mengetahui berita wafatnya
Nabi, dia langsung pergi menuju ke rumah Aisyah. Dilihatnya Nabi Muhammad saw.
Disalah satu bagian dalam rumah itu, sudah diselubungi kain. Ia maju menyingkap
kain itu dari wajah Nabi lalu menciumnya dan katanya : “Alangkah sedapnya
sewaktu engkau hidup, dan alangkah sedapnya sewaktu engkau wafat.” Lalu ia
keluar menemui orang banyak dan berkata “Saudara-saudara, barang siapa yang
menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah
Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya". Setelah mendengar perkataan
Abu Bakar, Umar jatuh tersungkur ke tanah, setelah dia yakin bahwa Rasullulah
memang sudah wafat.
Setelah
kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka
Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum
Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah
kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak
Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat
diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon
khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.
Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih
Abu Bakar.
Setelah
Rasulullah SAW wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama
pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu daerah
kekuasaan hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai
suku Arab.
Ada
beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
1) menurut pendapat umum yang ada pada
zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy;
pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi
"al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
2) Sahabat sependapat tentang ketokohan
pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya,
antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya
sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan
ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk
mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan,
cerdas, dan berakhlak mulia.
3) Beliau sangat dekat dengan Rasulullah
SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang
mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama
di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid
Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Seusai
acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih
berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada
Allah SWT dan menyatakan ketidakberambisiannya untuk menduduki jabatan khalifah
tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih
menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara
kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar
dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan
dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi
kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah
menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan
saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,
janganlah ikuti saya".[3]
3. Pemerintahan
di Masa Abu Bakar As-Siddiq
Di
masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang
mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah
Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Mereka
mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka berani
membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa
perjanjian perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan
berakhir dengan wafatnya Nabi SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan
tunduk kepada penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat
hanyalah karena kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang
dan memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung
oleh mayoritas umat.
Untuk
menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing
dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin
Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat
seluruh kekacauan dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas
dengan sukses.
Meskipun
fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap
berkeras melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke daerah
Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar
ditentang oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat
memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia
meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman
pasukan itu pun disetujui.
Pengangkatan
Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi)
sebagaimana
dijelaskanpada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar
menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah
mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar As-Shiddiq menjadi Khalifah,
maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat
maupun sebagai pemimpin pemerintahan.
a.
Bidang Politik
Adapun sistem politik Islam pada
masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu
masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Sedang
kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya
yaitu:
1. Pemerintahan
Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu
Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak
memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu
perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan
tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang
diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun
menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
2. Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar
telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya:
“Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku
bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan
tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku
salah, maka luruskanlah! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai
aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku
pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu
taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku
tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku’’.
3. Kekuasaan Undang-Undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan
diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak
kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undang- undang. Dan mereka
itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum
Muslim maupun non-Muslim.
b.
Bidang Ekonomi
1. Kebijakan Umum Khalifah
Abu Bakar RA di Bidang Ekonomi
Sebagai orang fiqih yang profesinya menjadi praktisi perniagaan, Abu Bakar
As-Shiddiq menerapkan praktek akad – akad perdagangan yang sesuai dengan
prinsip syariah. Selama masa khalifahnya Abu Bakar As-Shiddiq R.A. menerapkan
beberapa kebijakan umum, antara lain sebagai berikut:
1)
Menegakan hukum dengan memerangi
mereka yang tidak mau membayar zakat.
2)
Tidak menjadikan akhli badar ( orang
–orang yang berzihad pada perang badar) sebagai pejabat negara.
3)
Tidak mengistimewakan ahli badar
dalam pembagian kekayaan negara.
4)
Mengelolah barang tambang ( rikaz )
yang terdiri dari emas, perak, perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi sumber
pendapatan negara.
5)
Menetapkan gaji pegawai berdasarkan
karakteristuk daerah kekuasaan masing – masing.
6)
Tidak merubah kebijakan rasullah SAW
dalam masalah jizyah.
Sebagaimana Rasullah Saw Abu Bakar
RA tidak membuat ketentuan khusus tentang jenis dan kadar jizyah, maka pada
masanya, jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta, atau
benda benda lainya.
2.
Penerapan Prinsip Persamaan dalam
Distribusi Kekayaan Negara
Dalam
usahanya meningkatkan kesejatrahan masyarakat, khalifah
abu Bakar RA melaksanakan kebijakan
ekonomi sebagaimana yang dilakukan Rasullah SAW. Ia memperhatikan skurasi
penghitungan Zakat. Hasil penghitungan zakat dijadikan sebagai pendapatan
negara yang disimpan dalam Baitul Mal dan langsung di distribusikan seluruhnya
pada kaum muslimin.
3.
Amanat Baitul Maal
Para
sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat
kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya
dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah
ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang
menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
4.
Pendistribusian Zakat
Selain
mendirikan Baitul Maal Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq juga sangat
memperhatikan pemerataan pendistribusian zakat kepada masyarakatnya, karena
beliau merasa zakat adalah salah satu instrumen yang terpenting dalam
mensejahterakan rakyatnya.
5.
Administrasi dan Organisasi Pemerintahan Abu Bakar
Pembagian tugas pemerintah kian hari
semakin tampak kelihatan
dan lebih nyata dari zaman
pemerintahan Rasulullah, ketentuan pembagian tersebut adalah sebagai berikut :
a) Urusan Keuangan
Urusan keuangan di pegang oleh Abu
Ubaidah Amir bin jarrah yang mendapatkan nama julukan dari Rasulullah SAW
“Orang kepercayaan Ummat”. Menurut keterangan Al-Mukri bahwa yang mula-mula
membentuk kas Negara atau baitullmall adalah Abu Bakar dan urusannya di
serahkan kepada Abu Ubaidah Amir bin Jarrah. Kantor Baitulmall mula-mula
terletak di kota Sunuh, satu batu dari Mesjid Nabawi dan tidak pernah di kawal.
Pada suatu kali Orang berkata kepadanya, “Alangkah baiknya kalau Baitulmall di
jaga dan di kawal”. Jawab Abu Bakar, “tak perlu karena di kunci”. Di kala Abu
Bakar pindah kediamannya dekat Masjid Baitulmall atau kas Negara itu diletakkan
di rumahnya sendiri. Tetapi boleh di katakana bahwa kas situ selalu kosong
karena seluruh pembendaharaan yang datang langsung di bagi-bagi dan di
pergunakan menurut perencanannya.
b) Sumber-sumber Keuangan
Sumber-sumber keuangan yang utama di
zaman Abu Bakar adalah:
1.Zakat
2.Rampasan
3.Upeti
4 Urusan Kehakiman.
2.Rampasan
3.Upeti
4 Urusan Kehakiman.
c. Bidang Keagamaan
1.
Peperangan dengan Kaum Riddat
Kekhalifahan Abu Bakar yang begitu
singkat sangat disibukkan dengan peperangan. Dalam pertempuran itu tidak hanya
melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi juga dari dalam. Hal ini terjadi
karena ada sekelompok orang yang memancangkan panji pemberontakan terhadap
negara Islam di Madinah dan meninggalkan Islam (murtad) setelah Rasulullah
wafat. Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi
Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka
gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur,
wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah
itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Kenyataan itu yang dihadapi Khalifah
Abu Bakar.
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga
tokoh yang
mengaku
dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah,
Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia
Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen
dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah. Masing-masing orang tersebut
berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam. Para nabi palsu
tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan
prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman
keras, berjudi, mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga, puasa Ramadhan
dihapus, pengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi suka rela dan meniadakan
batasan dalam perkawinan.
Dalam gerakannya Aswad dan kawan-kawannya berusaha
menguasai
dan mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke
daerah-daerah. Akhirnya pasukan riddat pun berhasil menyebar
kedaerah-daerah, diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima
kaum riddat semakin gencar melaksanakan misinya. Akan tetapi Khalifah
Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau berusaha untu memadamkan dan menumpas
gerakan kaum riddat. Dengan sigap Khalifah Abu Bakar membentuk sebelas
pasukan dan menyerahkan al-liwak (panji pasukan) kepada masing-masing
pasukan. Di samping itu, setiap pasukan dibekali al-mansyurat (pengumuman)
yang harus disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya dalam
gerakan riddat. Kandungan isinya memanggil kembali kepada jalan yang benar.
Jikalau masih berkeras kepala, maka barulah dihadapi dengan kekerasan.
Gerakan itu dikenal sebagai gerakan murtad dibawah komando
para nabi
palsu antara lain, Aswad Insa yang menghimpun serdadu dengan jumlah besar di
Yaman, Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah,
Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen dari Bani
Yarbu yang menikah dengan Musailamah. Para nabi palsu tersebut pada umumnya
menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan
upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi, mengurangi
sholat lima waktu menjadi tiga puasa Ramadhan dihapus, penghibah pembayaran
zakat dijadikan suka rela dan meniadakan batasan dalam pekawinan. Abu Bakar
sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau
memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun
para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalion dengan komando
masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia.
Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada
Islam,
jika menolak maka harus perangi. Beberapa dari suku itu tunduk tanpa
peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan.
Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Khalid bin
Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil
dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling
kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi mereka gagal
menundukan Musailamah, kemudian Abu Bakar mengutus Khalid untuk melawan nabi
palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Khalid dapat mengahacurkan pasukan
Musailamah dan membunuh dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga
taman disebut “taman maut” .
Adapaun nabi palsu yang lainnya termasuk Tulaihah dan Saja
serta
kepala suku yang murtad, kembali masuk Islam. Dengan demikian, dalam waktu satu
tahun semua perang Islam diberkahi dengan keberhasilan. Abu Bakar dengan para
panglimanya menghancurkan semua kekuatan pengacau dan kaum murtad. Oleh karena
itu, beliau tidak hanya disebut sebagai Khalifah umat Islam, tetapi juga
sebagai penyelamat Islam dari kekacauan dan kehancuran bahkan telah menjadikan Islam
sebagai agama Dunia.
2.PengumpulanAyat-
Ayat Al-Qur’an
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang
singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat (pemberontak)yang
demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh
semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami
suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan
agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah- naskah setiap
ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris)
yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan
keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah. Pengumpulan
ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dalah usulan dari Umar bin Khatab. Usulan tersebut
berdasar alasan:
1)
Para penghafal wahyu banyak yang
gugur syahid di medan pertempuran. Dalam memerangi 3 kaum penyeleweng, yaitu:
Ø Kaum murtad
Ø Nabi-nabi palsu
Ø Orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
2)
Sarana penulisan wahyu berupa
daun-daun, kayu-kayu dan tulang-tulang
adalah benda-benda yang mudah rusak. Kalau kedua hal
tersebut habis dan lenyap akan membahayakan kemurnian wahyu.
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah
Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah
Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2
tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila
dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya. Meski demikian
beliau dapat disebut sebagai penyelamat dan penegak agama Allah dimuka bumi.
Dengan sikap kebijaksanaannya sebagai kepala negara dan ke-tawadhu’an-nya
kepada Allah serta agamanya, beliau dapat menghancurkan musuh-musuh yang
merongrong agama Islam bahkan dapat memperluas wilayah Islam keluar Arabia.
d. Bidang Sosial
Abu Bakar
memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang
berlangsung sangat demokratis di muktamar Tsaqifah Bani
Sa’idah, memenuhi tata cara perundingan yang dikenal dunia modern saat ini.
Kaum Anshar menekankan pada persyaratan jasa (merit), mereka mengajukan
calon Sa’ad Ibn Ubadah. Kaum muhajirin menekankan pada persyaratan kesetiaan,
mereka mengajukan Abu Ubaidah Ibn Jarrah.2
Sementara itu Ahlul bait menginginkan agar Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah
atas dasar kedudukannya dalam islam, juga sebagai menantu dan karib Nabi.
Hampir saja perpecahan terjadi. Melalui perdebatan dengan beradu argumentasi,
akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jama’ah kaum muslimin untuk menduduki jabatan
khalifah.
Sebagai
kahlifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan
masyarakat sepeninggal Muhammad SAW. Meski terjadi perbedaan
pendapat tentang tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang
memuncak tersebut, kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya
bersumpah dengan tegas ia menyatakan akan memerangi semua golongan yang
menyimpang dari kebenaran (orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat
dan mengaku diri sebagai nabi).
1. Munculnya Orang- orang Murtad danTidak Mau Membayar Zakat
Bersamaan
dengan pengangkatan Abu Bakar, suku-suku Arab tidak mau lagi tunduk dibawah kepemimpinan pusat di Madinah.
Sesudah Nabi wafat, mereka berpendapat bahwa kekuasaan Quraisy memimpin Arab
telah usai. Adapaun sebabnya mereka berlaku demikian ialah karena sebagian
tidak percaya akan mematian Nabi, setelah nyata kebenaran meninggalnya Nabi,
sebagian ragu akan kebenaran Islam. Mereka menyangka bahwa kaum Quraisy takkan
bangun lagi sesudah pemimpinnya meninggal dunia. Mereka tidak akan tunduk
dibawah kekuasaan Quraisy atas nama agama. Apalagi sebagian besar bangsa Arab
ketika itu, barus aja memeluk agama Islam yang melarang mereka mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang telah menjadi darah daging mereka selama ini, seperti
minum tuak, berjudi dan sebagainya.
Oleh karena itu beberapa suku Arab
tidak mau takluk lagi dibawah
kepemimpinan Abu Bakar. Mereka
enggan mengeluarkan zakat yang mereka pandang hanya sebagai upeti yang harus
diberikan kepada Nabi saja.
2.
Munculnya Nabi-nabi Palsu
Api
perlawanan dan pendurhakaan itu menjalar dengan cepat dari satu suku kepada
yang lain, sehingga hampir menggoyahkan sendi khilafah Islam yang masih muda
itu. Kekuasan
khalifah ketika itu hanya meliputi Makkah, Madinah dan Taif saja. Sementara itu
banyak pula diantara orang Arab yang mendakwakan dirinya menjadi Nabi. Yang
berbahaya sekali adalah Musailamah al-Kazzab, yang mendakwakan kenabiannya
ersama Nabi Muhammad ketika beliau masih hidup. Dia mengatakan, bahwa Allah
telah memberikan pangkat nabi kepadanya bersama dengan Rasulullah. Oleh karena
dia berbuat dusta itu, dia mendapat gelar ‘al-Kazzab’ yang artinya ‘si
pendusta’. Bengikutnya banyak yang tersebar di Yamamah. Ladi dari pada itu ada
lagi beberapa nabi palsu, seperti Thulaihah bin Khuwailid, Sjah Thamiyah
seorang perempuan, yang kemudian kawin dengan Musailamah.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengririm kekuatan
ke luar Arabia. Khalid Ibn Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai Al-Hiyah
di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi dibawah pimpinan empat jendral yaitu
Abu Ubaidah, Amr Ibn ’Ash, Yazid Ibn Abi Sufyan, dan Syurahbil. Sebelumnya
pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun.
Pada
ini kondisi sosial mayarakat menjadi stabil dan dapat mengamankan tanah Arab
dari pembangkang dan penyelewengan seperti orang murtad, para nabi palsu dan
orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selain
itu keadaan kaum muslimin menjadi tenteram, tidak khawatir lagi beribadah
kepada Allah. Perkembangan dagang dan hubungan bersama kaum muslim yang berada
di luar Madinah keadaannya terkendali dan terjalin dengan baik. Selain itu juga
kemajuan yang dicapai adalah : Pembukuan Al-Qur’an
C.
Wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq
Ketika
Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, Ia bermusyawarah dengan para
pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat
Islam. Sebelum beliau wafat, sakit beliau berlangsung
selama 16 hari dan Abu Bakar meninggal Dunia pada hari Senin, tanggal 22 Jumadil Akhir 13 H atau
23 Agustus 634 M.
C.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari penjelasan yang terurai diatas,
dapat disimpulkan bahwasanya Khalifah Abu Bakar Ash–Shiddiq adalah seorang
pemimpin yang tegas, adil dan bijaksana. Selama hayat hingga masa-masa menjadi
Khalifah, Abu Bakar dapat dijadikan teladan dalam kesederhanaan, kerendahan
hati, kehati-hatian, dan kelemah lembutan pada saat dia kaya dan memiliki
jabatan yang tinggi. Ini terbukti dengan keberhasilan beliau dalam menghadapi
dan mengatasi berbagai kerumitan yang terjadi pada masa pemerintahannya
tersebut. Beliau tidak mengutamakan pribadi dan sanak kerabatnya, melainkan
mengutamakan kepentingan rakyat dan juga mengutamakan masyarakat/demokrasi
dalam mengambil suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Husain Haekal. 1979. Abu Bakar As Siddiq. Jakarta: Litera Antar
Nusa
Mahmudunnassir.2005. Islam
Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/kemajuan-islam-pada-masa-abu-bakar-as.html
http://muhammadbagaskarapratama.blogspot.com/2013/10/peradaban-islam-pada-masa-abu-bakar.html
Biodata Pemakalah
Nama : Desy Rosita
Tempat tanggal lahir :
Kuala kapuas, 10 Desember 1996
Asal sekolah : Man
Selat Tengah Kuala Kapuas
Nama orang tua : H. Murhan
Hj. Rusdiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar